Bismillahirrohmanirrohiim ...
Akhirnya datang juga kesempatan saya mampu menggarap tulisan ini. Tentang bagaimana pertemuan saya dan suami yang menjadi pertanyaan beberapa teman di kampus. Sebab, mereka tahu persis kami tidak pernah ada gosip apapun. Justru, beberapa teman saya tahu bahwa saya memiliki pengalaman tak menyenangkan tentang seseorang yang kini menjadi suami saya. Adalah fakta, bahwa saya membenci Vidi Akhmad Rifai karena pernah menghukum saya dan teman-teman dengan cara squat jump dalam sebuah kegiatan. Itu cukup membuat saya muak dan kesal setiap mendengar namanya. Itulah kenapa saat kabar pernikahan kami tersiar, teman-teman saya terkejut bukan main.
Jujur saya bingung harus memulai dari mana. Sebenarnya, proses dan pertemuan kami sangat sederhana. Namun, justru proses singkat itu yang membuat rencana Allah terasa begitu pelik—khususnya bagi saya pribadi. Di samping itu, saya dihadapkan pada ujian dan pilihan-pilihan yang tak mudah. Baik sebelum dia datang maupun saat proses ta’aruf kami berlangsung. Nanti, suami saya juga akan turut melengkapi tulisan ini. Agar kita juga tahu penjelasan dari sudut pandang dia.
Sebelum bercerita lebih jauh saya ingin menegaskan beberapa hal. Pertama, saya menuliskan ini tanpa maksud apapun selain ingin berbagi. Sebab, sebagai pelaku saya merasa ada banyak hikmah yang bisa saya petik dari jalan pertemuan ini. Barangkali ada di antara teman-teman merasa terjebak pada situasi sama, kemudian mendapat pencerahan dari kisah ini. Kedua, dalam tulisan ini barangkali ada prinsip-prinsip saya yang tak sesuai dengan pembaca. Untuk ketidaksepakatan itu tolong cukup hargai saja tanpa mendebat apapun. Sungguh, setiap prinsip yang saya jelaskan bukan untuk mempropaganda siapa pun agar sepakat. Ketiga, segala bentuk kekhilafan dalam kisah ini mohon dimengerti oleh pembaca. Jangan berekspektasi tinggi sebab saya hanya manusia biasa yang sangat mungkin terjerembab dalam kesalahan. Jangan kalian tiba-tiba menjadi hakim menggantikan peran Tuhan.
Bagian yang membuat berat bagi saya menceritakan proses ini adalah keterlibatan beberapa nama—bahkan bagian kisah—yang tak mungkin saya sebutkan. Namun, dengan segala keterbatasan saya akan berusaha menjelaskannya tanpa mengurangi value utama dari kisah ini.
Dibelenggu Prahara Kebodohan Selama 1,5 Tahun
Pada akhir tahun 2019 saya pernah berproses dengan seseorang untuk menuju gerbang pernikahan. Namun, Allah memiliki rencana lain. Datang badai besar menghantam kebahagiaan yang hampir kami bangun. Ini masalah dari luar, bukan dari kami berdua. Juga bukan karena keluarga. Tidak juga disebabkan orang ketiga. Masalah yang terlalu pelik sehingga saya tak boleh menyebutkannya di sini. Badai yang tak pernah terbayangkan dalam hidup saya. Ujian yang meluluhlantahkan segenap harapan dan kekuatan saya. Tanpa perlu saya dramatisir di sini, cukup orang-orang terdekat saya saja yang tahu tentang betapa hancurnya saya saat itu.
Bodohnya, saya memilih bertahan untuk menunggu. Masih saja saya berharap pada sesuatu yang tak pasti. Bahkan saya menyakiti diri sendiri dengan melakukan pengorbanan yang barangkali tak sudi dilakukan oleh orang-orang normal kebanyakan. Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Setiap harapan saya tentang apa yang ingin saya wujudkan dengan orang itu selalu dipatahkan keadaan. Siklus yang sama terus berulang tanpa jeda sampai tahun berganti. Saya terus tersakiti dalam penantian yang tak pasti. Sampai akhirnya awal tahun 2021 datang kesadaran ketika saya benar-benar merasa lelah.
Datang Para Lelaki Silih Berganti (April – Mei 2021)
Saat saya berusaha berdamai dengan keadaan sebelumnya, datang entah berapa banyak laki-laki kepada saya menyatakan atau sekadar menunjukkan ketertarikan. Sungguh, saya tak ingat ada berapa orang tepatnya. Entah mereka bertanya mahar, memberi perhatian saat keluarga saya sakit, basa-basi mengajak bertemu ibunya, dan semacamnya. Saya jenuh, tak peduli, dan merasa semua itu basi. Jika bersedia, bebas saja saya memilih salah satu di antara mereka. Tapi, kegagalan sebelumnya cukup membuat saya bersikap dingin dalam merespon hal-hal semacam itu.
Saya benar-benar sangat lelah dan ingin istirahat dari topik bernama pernikahan. Sialnya, justru selalu saja saya dihadapkan pada hal tersebut. Saya seperti terjebak dalam labirin. Sampai saya menangis dan sungguh mengiba pada Allah untuk menghentikan semuanya.
“Ya Allah, hamba mohon. Tolong cukup. Jangan lagi datangkan siapa pun untuk sekarang.”
Pesan Singkat Mendebarkan di Suatu Malam
Rabu, 16 Juni 2021 jam 21.01 WIB masuk pesan singkat dari nomor tak dikenal ke WhatsApp saya. Sebatas salam dan meminta konfirmasi apakah benar nomor yang ia hubungi milik Maydha. Saya jawab sebagaimana balasan kepada kontak-kontak lainnya. Saat itu tak terbesit kecurigaan apapun selain hanya mengira, bahwa mungkin orang ini hendak order dagangan saya atau pesan undangan nikah (kebetulan saya memang punya usaha undangan nikah, hehehe).
Selang dua menit kemudian dia mengirim balasan dengan memperkenalkan diri dan menyampaikan maksud to the point tanpa basa-basi. Iya, benar orang ini order undangan nikah. Tapi jalur gratisan alias ngajak nikah ownernya, yaitu saya (ehehe candaaa). Dalam hitungan detik mendadak atmosfir ruangan berubah sesaat setelah bola mata saya menangkap kata demi kata dalam balasan tersebut. Punggung telapak kaki dan tangan terasa dingin, jantung berdegub lebih kencang dari seharusnya, perut mendadak mulas. Seketika pikiran saya kosong dan rotasi bumi seperti berhenti saat itu juga.
Puas senam jantung dadakan, saya buru-buru menyadarkan diri dari lamunan. Lalu berbuntut protes panjang dalam isi kepala saya. Ini siapa? Vidi? Vidi yang hukum aku waktu itu, kan? Bercanda kali. Serius? Yang bener? Apa-apaan ini? Aku, kan sebel sama dia. Apaan, sih. Dia, kan orang yang aku benci. Ga mungkinlah. Gila!
“Ya Allah, belum lama aku minta berhenti. Kenapa harus Engkau datangkan lagi? Bahkan dia seseorang yang sama sekali tidak aku suka.” begitu protes saya dalam batin. Saya marah dan merasa dipermainkan oleh takdir.
Ketidaksukaan saya terhadap Kak Vidi dan diperkuat dengan kondisi saya yang saat itu belum berdamai dengan diri sendiri atas masa lalu membuat saya berpikir pendek untuk menolaknya. Namun, sisa kewarasan itu masih ada. Saya langsung menghubungi sahabat dekat dan meminta pendapat. Sahabat saya dengan begitu dewasa memberi saran, “Yakin mau langsung kamu tolak? Kenapa ga kasih kesempatan? Siapa tahu memang ini jawaban Allah atas doa-doamu selama ini, Mid.”
Otak waras saya bekerja setelah mendengar sederet kalimat darinya. Malam itu saya benar-benar dingin merespon Kak Vidi. Saya dengan tegas menyelidik tentang alasannya memilih saya. Setelah mendapat jawaban darinya, saya pergi tidur tanpa membalas apapun. Membiarkan dia bergulat dalam kebimbangan luar biasa sepanjang malam hingga tak nyenyak tidur. Iya, sejahat itu saya.
Sekarang, perkenankan suami saya menjelaskan dari sudut pandangnya tentang kenapa dan bagaimana akhirnya dia menjatuhkan pilihan pada saya.
Mendamba dalam Kebisuan
Saya mengenal Maydha sebatas nama. Itu pun karena dia menjadi mentor dalam kegiatan mentoring kampus dimana saya sendiri aktif sebagai pengurus di Unit Mentoring tersebut. Kami sama sekali tidak pernah berkomunikasi baik secara langsung maupun lewat sosmed. Namun, saya tahu dia seorang penulis.
Pada tanggal 11 Agustus 2020 kami berteman di Facebook. Ketika itu saya sudah lulus dari kampus. Sejak saat itu postingannya sering muncul di beranda saya. Beberapa postingannya membuat saya tertarik. Sampai suatu ketika saya membaca keluhannya tentang orang-orang yang lebih suka membaca tulisan receh dibanding karyanya—yang dia anggap—lebih bermutu. Saya pun mengernyitkan dahi dan berpikir, “Sebagus apa, sih tulisan dia?”
Akhirnya saya memberanikan diri komentar di postingan tersebut dan meminta link blog tulisan dia. Lucunya dia balas dengan kalimat, “Maaf, Kak. Tulisan saya bukan untuk orang-orang serius.” Saya menertawakannya dalam batin sebab pada faktanya saya orang slengekan. Intinya dia tidak mau memberikan link blognya kepada saya. Tetapi, keesokan harinya dia memposting kutipan tulisannya sembari menyertakan link blog di sana. Saya sempat membatin, “Kemarin saja sok jual mahal tidak mau memberi link. Giliran sekarang sengaja posting.” (Maaf, Maydha izin menyela untuk klarifikasi. Memang saat itu waktunya update blog. Saya kesel, ya Bapak Vidi kepedean begitu -_-) Tentu saja langsung saya klik link tersebut. Ketika itu saya membaca tulisan yang entah saya lupa judulnya apa. Baris demi baris kalimat saya baca dengan perasaan tak karuan. Saya tak mampu membohongi diri sendiri, bahwa hati saya seperti terasa patah. Pertama kali membaca tulisan tersebut saya langsung down. Sebab inti dari tulisan itu tentang dia yang sedang menunggu seseorang untuk serius kepadanya. Tentu saja saya yakin, bahwa seseorang tersebut bukan saya. Apalagi mengingat fakta, bahwa kami memang tak pernah terlibat dalam interaksi apapun. Bahkan tak saling mengenal satu sama lain. Lantas pada kemungkinan apa saya berhak menggantungkan harapan? Selain harus menerima kenyataan, bahwa seseorang yang dia maksud sudah pasti bukan saya.
Saya memutuskan untuk tidak lagi berharap memilikinya. Saya benar-benar mengubur harapan perihal dia. Berusaha berhenti mencari tahu segala hal tentangnya. Namun, takdir seperti mempermainkan perasaan saya. Saat saya berusaha tak mau peduli lagi, justru postingannya terlalu sering muncul di beranda Facebook saya. Anehnya saya tak juga mampu mengabaikan postingan-postingan itu. Bahkan saya mendapati sebagian pendapat dan pemikiran dia sepaham dengan saya. Fakta tersebut kian memperkeruh perasaan saya yang terombang-ambing. Tak bisa saya tampik, bahwa dia benar-benar memenuhi hampir semua kriteria istri yang saya inginkan. Bukan sirna perasaan saya. Justru semua hal yang saya temukan tentang dia membuat saya semakin tertarik kepadanya.
Kemudian saya mencoba berpikir lebih tenang & dewasa dalam mencerna tulisannya di blog. Bisa jadi tulisan-tulisan itu sekadar karya biasa, bukan murni curahan hatinya. Seperti halnya Tere Liye yang menulis cerita pembunuhan. Bukan berarti Tere Liye ingin membunuh seseorang. Berangkat dari situ saya kembali bersemangat untuk mencari tahu tentang dia. Meski ada banyak perempuan lain yang saya suka, namun kecenderungan hati saya pada sosok Maydha berbeda. Tak ada perempuan lain yang saya suka sampai saya harus merelakan waktu untuk stalking sosmednya. Sedangkan hampir tak ada postingan Maydha yang saya lewatkan. Menjadi rutinitas dalam jangka waktu tiap beberapa hari, sengaja saya buka profil Facebook dia untuk mengecek apakah ada postingannya yang terlewat. Namun, saat itu saya merasa belum siap menikah. Sehingga saya hanya bisa menyukainya dalam diam.
Pada hari raya ‘Idul Fitri 2021 (Mei 2021), saya didera pertanyaan dari paman dan bibi soal pasangan hidup. Saat itu saya hanya menjawab santai saja, tidak serius. Tetapi waktu terus berjalan, saya jadi memikirkan pertanyaan paman dan bibi. Lagi pula cepat atau lambat saya harus menikah. Saya bertanya kepada diri sendiri, “Apa gua udah siap nikah? Atau cuma pengen nikah?” Kemudian saya mempelajari apa perbedaan antara kedua hal tersebut. Berdasarkan apa yang saya pahami, saya pun merasa bahwa sepertinya saya sudah siap menikah. Pagi hari pada tanggal 16 Juni 2021 saya menghubungi salah satu teman sefakultas dan mentor Maydha saat di kampus untuk mengetahui tentang dia dari sudut pandang orang lain. Jawaban mereka membuat saya semakin yakin, bahwa Maydha memang pasangan yang tepat untuk saya. Kemudian siang harinya saya membuat CV ta’aruf.
Maydha adalah gadis pertama dan satu-satunya yang menjadi target ta’aruf saya saat itu. Berbekal rasa percaya diri yang seadanya saya merasa apa yang saya lakukan tergolong nekat. Namun, saya pikir lebih baik mencoba sekarang daripada didahului orang lain. Kalau pun pada akhirnya ditolak saya hanya perlu berhenti. Setidaknya saya tidak lagi dirundung kebimbangan tak pasti. Maka, saya bulatkan tekad pada malam hari masih di tanggal yang sama memberanikan diri mengajaknya ta’aruf.
Namun, nyatanya tidak mudah juga mengetik pesan singkat itu padanya. Hati saya gusar bukan main. Detak jantung berguncang tak karuan di luar normal. Satu kalimat tertulis, saya menghapusnya lagi. Terus berulang seperti itu sampai kepala saya menangkap ingatan tentang ikhtiar teman yang berhasil mendapatkan jodohnya setelah ditolak berkali-kali. Akhirnya terkirimlah pesan WhatsApp itu.
Bukannya mereda, detak jantung saya berpacu lebih cepat tatkala menunggu balasannya. Begitu pesan balasan masuk, otak terasa beku untuk berbasa-basi. Saya langsung sampaikan niat baik padanya. Malam itu chat kami berakhir dengan jawaban saya atas pertanyaan kenapa saya memilih dia. Menit demi menit berlalu, pesan centang dua itu tak kunjung berubah warna biru. Pikiran saya terbang kemana-mana. Saya berpikir “Apa gua udah ditolak? Apa dia udah ada calon lain?” Saya pun memutuskan pergi tidur. Demi menunggu balasan Maydha, saya yang memiliki kebiasaan menonaktifkan smarthphone saat tidur kali ini membiarkan tetap nyala. Rupanya dia benar-benar tak membalas pesan saya malam itu. Saya pun sulit tidur. Tidak peduli sekeras apa berusaha memejamkan mata, otak saya tetap saja riuh dan hati begitu gaduh.
***
Sampai di sini barangkali muncul beberapa pertanyaan dalam benak teman-teman. Kok, Kak Vidi hubungi Maydha langsung? Apa Kak Vidi mengajak ta’aruf tanpa perantara? Apakah itu bisa dibenarkan? Setelah itu bagaimana prosesnya sampai akhirnya menikah? Kenapa Maydha mau menerima padahal tidak menyukai Kak Vidi?
Semua tidak cukup jika kami jelaskan dalam satu judul tulisan. Untuk sementara apa yang dapat kami jelaskan harus bersambung di paragraf ini. Jika setelah teman-teman membaca tulisan ini kemudian ada permintaan untuk melanjutkannya, maka kami akan update lewat tulisan berikutnya. Mohon maaf untuk segala kata yang kurang berkenan atau mengganggu. Semoga ada kebaikan yang bisa dipetik, silakan buang saja bagian-bagian buruknya.


Aku baca ini terharu + ngakak sih..
ReplyDeleteMasya Allah permainan takdir emng sngat misterius yak...
Sehat-sehat ya bumil.. :)
Wkwk seabsurd itu emang 🤣🤣
DeleteAamiin.. makasih banyak doa baiknya 🥰
Ditunggu tunggu, baru Bisa baca sekarang 🎉
ReplyDeleteHehe makasi udah mampir 😅
DeleteDi tunggu kelanjutannya kak
ReplyDelete