Oleh : Al Ghumaydha'
Pada kesempatan kali ini aku mau share jawaban untuk pertanyaan kelanjutan dari Q&A part 1. Ga perlu banyak mukadimah, kita langsung to the point aja, ya.
Belajar menulis dari mana?
Aku belajar menulis otodidak sejak kecil. Selebihnya aku menempa diri dengan bergabung organisasi atau komunitas yang berkaitan dengan jurnalistik maupun literasi. Di part pertama udah aku jelasin kalo aku pernah jadi ketua mading tepatnya pas kelas 5 SD. Nah, menginjak bangku SMP dan SMA aku tergabung sebagai crew majalah sekolah. Di sana aku berpengalaman menimba ilmu jurnalistik dari Radar Madiun, semetara itu di crew majalah SMA dapet pengalaman jadi reporter sama editor.
Tapi sebenarnya dari yang aku rasain, semua organisasi itu cuma jadi wadah buat nyalurin tulisanku aja. Selebihnya untuk bisa mengolah kata-kata, gimana nulis fiksi (baik itu cerpen maupun puisi) bisa lebih renyah, enak dibaca, dll. Semua itu aku pelajari sendiri. Aku emang tipe yang males banyak tanya dan mager juga berguru ke orang lain. Bukan angkuh, sih. Tapi aku ngerasa lebih nyaman dengan mencari tahu sendiri. Trus caranya gimana?
Jadi bisa dikatakan kalau berkecimpung di organisasi jurnalistik hanya sebagian kecil dari usahaku belajar menulis. Lebih dari itu, aku belajar menulis dari membaca karya para penulis senior. Aku banyak (ga banyak-banyak juga, sih haha) baca novel, puisi, dan karya mereka dalam bentuk apapun. Ketika membaca tulisan mereka aku ga sekedar buka, selesai langsung tutup. Tapi aku pahami dan pelajari teknik penulisan mereka, aku curi kosa kata yang mereka pakai, aku tanyakan pada diriku sendiri apa yang membuat aku tertarik pada tulisan tersebut. Setelahnya, aku berlatih menulis dari apa yang sudah kupelajari berdasar bacaanku. Dan aku melakukannya secara berkelanjutan. Ga cukup sekali dua kali. Lebih detail tentang ini akan aku bahas di lain judul khusus tentang tips belajar menulis.
Di samping itu, bentuk latihan menulis yang aku lakukan yaitu dengan menggembleng diri sendiri dalam berbagai event kepenulisan baik puisi maupun cerpen. Deadline masing-masing event menempa aku untuk disiplin menulis dengan produktif. Event menulis yang bersifat kompetitif membuat aku tergerak untuk berusaha menulis karya sebaik mungkin. Dari situlah karyaku berproses menjadi lebih baik dari hari ke hari. Urusan menang kalah itu belakangan. Alhamdulillah dari beberapa event tersebut, semua naskahku lolos terpilih menjadi kontributor dan tergabung dalam antologi bersama. Beberapa judul pun terpilih menjadi juara.
Inspirasi tulisan dari mana?
Inspirasi tulisan itu bisa berasal dari mana aja. Apapun bisa jadi inspirasi tulisan. Merangkum dari beberapa materi kepenulisan yang aku dapat. Pada dasarnya menjadi seorang penulis itu memang dituntut untuk selalu peka. Dalam arti harus selalu memperhatikan apa yang ada di sekelilingnya. Ada banyak sekali sumber ide di sekitar kita yang bisa menjadi bahan tulisan. Seperti lantai retak, jendela pecah, genteng bocor, kerikil di depan rumah, suara tokek, atau apapun. Kalau imajinasi maupun kreativitas udah liar, semua ide sepele itu bisa jadi karya luar biasa.
Dulu ketika SMA tanganku ga sengaja kena larutan kimia pas praktikum di lab. Cuma sedikit tapi lumayan panas. Dari luka kecil itu aku kembangkan menjadi cerpen yang akhirnya lolos dibukukan setelah bersaing dengan 1000 lebih naskah-naskah lain. Sepele, kan idenya? Aku, tuh denger suara hujan aja bisa dapet ide nulis. Imajinasiku terlalu liar kali, ya wkwkw.
Selebihnya, aku dapat inspirasi dari hasil membaca tulisan orang lain. Bukan berarti plagiat. Kalo plagiat itu aku nulis sama persis dengan tulisan yang udah ada. Tapi bukan itu yang aku lakukan. Melainkan aku cuma ambil benang merahnya aja. Paham, kan? Harus paham, ya. Bisa juga dikatakan tulisan orang lain itu untuk memantik imajinasiku. Ibaratnya kayak mancing ikan gitu, deh.
Sumber inspirasi lain adalah cerita orang-orang, baik itu lewat curhat atau gosip tetanggan (eh). Jadi kalo ditanya, “Maydha nulis dari pengalaman, ya?”. Jawabannya, ya bener. Inspirasi tulisan aku berdasar pengalaman banyak orang, termasuk diri sendiri. Tapi, ga ada satu judul utuh yang bener-bener murni tentang pengalaman satu orang aja. Aku, tuh nulis sebenernya absurd. Seringkali ada banyak kisah aku kombinasikan menjadi satu alur utuh. Jadi, hampir keseluruhan judul tulisanku yang berdasar pengalaman itu campur aduk sama imajinasiku. Ibaratnya udah oplosan wkwkwk. Jarang tulisanku yang original berdasar pengalaman nyata utuh. Kalau pun ada itu bisa dihitung jari.
Selain itu, kadang aku juga nulis berdasar request pembaca. Tapi ini sangat jarang aku lakukan. Sebab aku sulit menghadirkan feel untuk ide tulisan di luar kepalaku sendiri. Jadi request itu aku tulis kalau bener-bener mood aja.
Oke, sip! Itu sedikit jawaban yang bisa aku share. Ambil baiknya, buang buruknya. In sya Allah kita sambung di part berikutnya.


No comments:
Post a Comment