Sekilas Info

Sekitar lebih dari 30 tulisan dalam rentang tahun 2018-2019 diunpublish Author dari blog ini. Jadi jangan heran kalau tiba-tiba judul favoritmu hilang, ya. Hehe ...

Sketsa Ketetapan - Memetik Hikmah untuk Memulai Kisah




Jawaban Istikhoroh


Maydha—Saya mengirim CV ta'aruf balik untuk Kak Vidi dengan perasaan tak terdefinisi. Saya sungguh tak mengerti kenapa pada akhirnya bisa sampai di fase ini. Proses ini mengalir begitu saja. Saya benar-benar tak bisa memahami perasaan saya sendiri ketika itu. Semuanya terasa datar dan saya hanya mengikuti alur tanpa protes. Saya tak memiliki sebersit perasaan apapun atas proses dengan Kak Vidi, entah itu sukacita maupun kecewa. Tapi, satu hal yang mampu saya pastikan. Hati saya merasa tenang selama menjalani proses sampai di fase mengirim CV ta'aruf untuknya. Itu cukup meyakinkan saya, bahwa semua ini karena bimbingan Allah. Sebab, sejak awal saya sudah pasrahkan urusan ini pada Allah. Saya minta pada Allah agar menuntun saya pada pilihan terbaik menurut-Nya. Jika memang tak berjodoh, saya memohon agar kami dijauhkan dengan cara baik tanpa harus ada yang tersakiti. Tapi qodarullah, semuanya berlalu tanpa aral melintang yang berarti. Bukan melalui mimpi atau pertanda khusus, cukup saya yakini bahwa ketenangan hati selama melanjutkan proses ini adalah cara Allah menjawab doa-doa istikhoroh saya.


Tiga Puluh Satu Pertanyaan


Vidi—Dua hari setelah saya mengirim jawaban atas pertanyaan yang ia ajukan, akhirnya Maydha balas mengirim CV ta'aruf miliknya. Saat itu saya merasa proses kami lumayan berjalan lancar. Belum ada tanda-tanda saya akan ditolak. Ketika membaca CV Maydha, saya merasa dia menjawab hampir semua kriteria calon istri idaman saya. Bahkan, saya sampai merasa CV ini dibuat memang khusus untuk saya. Saya pun semakin yakin, bahwa dia memang jodoh saya. Saya ingin segera menyampaikan ini sekaligus berkonsultasi ke murobbi. Saya sudah membuat janji dengan beliau. Tetapi qodarullah di hari janjian kami, murobbi saya sakit. Terpaksa saya batal menyampaikan proses ini pada beliau. Sebab saat itu saya benar-benar ingin menyampaikan proses ini secara langsung. Bukan sekadar melalui pesan WhatsApp.


Setelah membaca CV Maydha, saya merumuskan pertanyaan-pertanyaan untuknya. Saya juga ingin tahu lebih detail terkait pola pikirnya. Terkumpullah 31 pertanyaan yang sebagian besar terinspirasi dari pertanyaannya untuk saya kemarin. Sebab, saya merasa beberapa pertanyaan tersebut cukup relevan untuk ditanyakan balik.


Bukan Menikahi Masa Lalu


Maydha—Setelah mengirim CV, saya mendapat balasan berupa 31 pertanyaan dari Kak Vidi sebagaimana saya mengajukan pertanyaan kepadanya. Ada rasa puas menerima pertanyaan-pertanyaan tersebut karena dengan demikian saya pun bisa menilai kualitas Kak Vidi dari isi pertanyaan yang ia ajukan. Di sana ada pertanyaan yang menyinggung masa lalu saya yang masih jadi permasalahan sampai di fase ketika itu (konflik 1,5 tahun yang saya ceritakan di part 1 & 2). Saya tidak mau dirugikan, apabila saya terlanjur menghabiskan banyak waktu untuk menjawab semua pertanyaan itu kemudian pada akhirnya Kak Vidi tidak bisa menerima masa lalu saya. Maka, sebelum menjawab seluruh pertanyaan tersebut saya menawarkan untuk menjelaskan masalah saya terlebih dahulu. Entah apa yang ketika itu memenuhi isi kepalanya saat saya jelaskan konflik pelik dalam hidup saya. Singkat cerita, dia tidak keberatan untuk tetap melanjutkan proses ini. Dia menyatakan siap berdamai dengan masa lalu saya. Maka, saya pun menjawab seluruh pertanyaan darinya.


***


Vidi—Begitu mengirim 31 pertanyaan kepadanya, malam itu juga ia merespon dengan menjelaskan masalah yang sedang ia hadapi. Sebab, salah satu pertanyaan saya memang ada yang menyinggung tentang masa lalunya. Ia pun bercerita panjang kali lebar terkait masalah tersebut setelah saya memastikan hal ini bisa saya rahasiakan misalkan proses ta'aruf ini gagal. Setelah menyimak penjelasannya, saya tertegun. Ini masalah yang sangat serius. Dia bertanya pada saya. Setelah mengetahui konflik yang kini tengah ia hadapi, apakah saya masih mau melanjutkan proses? Ketika itu saya berpikir, bahwa setiap orang pasti memiliki masa lalu. Dan saya tidak menikahi masa lalu orang tersebut, melainkan yang akan saya nikahi adalah masa depannya. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk tetap lanjut.


Tanya Jawab Susulan


Maydha—Setelah Kak Vidi menerima jawaban dari saya atas seluruh pertanyaan yang ia ajukan, kami melanjutkan proses dengan saling melempar pertanyaan susulan. Saya pun mengajukan beberapa pertanyaan yang tertinggal belum sempat tercantum dalam 47 pertanyaan sebelumnya (di part 2) sekaligus menyampaikan pertanyaan-pertanyaan titipan dari orang tua saya.


***


Vidi—Beberapa hari kemudian, Maydha mengirim jawaban lengkap dari 31 pertanyaan yang saya ajukan. Saya membaca perlahan setiap kata yang ia tulis. Baris demi baris. Satu per satu jawaban saya baca tak terlewat satu karakter pun. Saya tersenyum dan merasa, bahwa dia benar-benar hampir memenuhi semua kriteria calon istri saya. Kemudian kami saling mengajukan beberapa pertanyaan susulan. Setiap pertanyaan dan jawaban Maydha semakin meyakinkan saya, bahwa dialah orangnya. Dia tulang rusuk saya. Saya benar-benar harus menyampaikan ini ke murobbi. Btw, sampai saat itu tidak ada yang tahu tentang proses ini. Murobbi, orang tua, serta teman-teman saya tidak ada yang tahu kecuali seorang teman sefakultas dan mentor Maydha di kampus (yang menjadi informan, saya ceritakan di part 1). Sebab memang seharusnya proses ta'aruf itu rahasia. Salah satu alasannya, agar tidak ada pihak yang dirugikan misal proses ta'aruf tersebut gagal. Sehingga tak ada pihak yang mungkin malu karena ditolak.


Berbeda Kendaraan Dakwah


Saat itu tingginya pandemi covid menyebabkan pertemuan liqo' saya terganggu. Jadi, belum ada kesempatan bagi saya untuk bertemu dan berbicara dengan murobbi. Sebenarnya saya masih ingin menyampaikan proses ini secara langsung. Tetapi saya merasa sulit untuk bertemu. Dua kali janjian. Keduanya juga batal. Saya tidak menyalahkan murobbi karena batal disebabkan alasan wajar. Akhirnya saya memutuskan untuk memberitahu beliau lewat pesan singkat WhatsApp. Alhamdulillah respon beliau sangat positif dan besoknya langsung mengajak untuk bertemu. 


Kami berbincang sore hari di pinggir pantai Kalaki. Duduk di salah satu bruga dengan diiringi semilir angin laut. Saya mendapat pesan dan saran yang positif dari beliau. Berdasar CV Maydha yang saya kirim, beliau mengatakan bahwa Maydha baik. Jujur menulis kelebihan dan kekurangannya di CV. Layak diterima. Tetapi, di akhir rentetan kalimat beliau menyampaikan hal yang membuat saya kaget. Beliau mengatakan keluarga Maydha sudah beda harokah. "Sebaiknya antum pikir-pikir lagi. Masih banyak akhawat lain yang seharokah. Akan sulit dalam rumah tangga jika berbeda 'kendaraan'. Atau antum pastikan dia akan ikut antum setelah menikah." Saat itu saya diam sejenak. Tersenyum, kemudian menjawab, "Ustaz, apapun jamaahnya selama dia memenuhi kriteria calon istri saya, hatta dia anak petinggi NASDEM, PDIP, dll, tetap akan saya pinang." Saya jawab demikian karena saya memang tidak mengkotakkan calon istri saya harus orang ini atau orang itu. Bagi saya berbeda pandangan, pilihan politik, dll dalam sebuah keluarga bukan masalah besar. Walaupun memang sebaiknya dalam satu keluarga memiliki pandangan yang sama. 


Beliau sedikit menunduk, kemudian meminta saya menanyakan satu hal lagi kepada Maydha untuk memastikan satu hal. Apakah setelah menikah Maydha bersedia ikut saya atau tetap ikut kedua orang tuanya? Saya paham pertanyaan ini berkaitan dengan jamaah. Saya tidak keberatan dengan hal itu. Memang sebaiknya diperjelas sejak awal. 


***


Maydha—Sejujurnya saya agak jengkel saat suatu malam Kak Vidi kembali menghubungi saya untuk mengajukan pertanyaan lagi. Masalahnya, apa yang dia pertanyakan sudah saya singgung sejak awal proses ta'aruf ini melalui 47 pertanyaan sebelumnya. Tapi, saya berusaha memaklumi karena ini memang persoalan sensitif. Adalah fakta bahwa kami berdua berbeda kendaraan dakwah. Tapi, sejak awal itu bukan persoalan besar untuk saya. Sebab, afiliasi yang menaungi Kak Vidi juga pernah menaungi keluarga saya. Terlebih saya dan keluarga sangat fleksibel menyikapi hal seperti ini. Toh, saya berprinsip bahwa tujuan saya bernaung dalam sebuah kendaraan dakwah itu untuk mencari ilmu. Selama sandaran tidak melenceng dari syariat Islam, maka saya welcome saja. Dan Kak Vidi pun memiliki prinsip yang sama dengan saya terkait hal ini.


***


Vidi—Pada malam hari saya kirim pesan WA ke Maydha dengan mengatakan ingin menanyakan satu hal lagi. Beberapa menit kemudian dia menjawab, "Kalo Kak Vidi banyak keraguan berhenti juga gapapa. Jangan membebani diri sendiri." Saya agak kesal saat membaca kalimat itu. "Hei. Proses udah sejauh ini, gampang banget dia nyaranin udahan." Saya berusaha tidak terbawa perasaan, kemudian membalas, "Justru dengan adanya pertanyaan ini untuk membuat saya semakin yakin. Bukankah apa-apa yang belum jelas, sebisa mungkin diperjelas sekarang? Agar tidak ada penyesalan atau konflik yang tidak diinginkan nantinya." Lalu ia menjawab, "Kalimat di atas hanya saran. Bukan penolakan. Silakan mau gimana pun saya OK." Dalam hati saya berkata, "Bener juga. Sial, gw dibalikin." Daripada semakin malu, saya langsung sampaikan saja titipan pertanyaan murobbi. Dia memberikan jawaban yang benar-benar membuat saya semakin yakin dengannya. "Saya akan mengikuti dimana letak surga saya berpijak. Setelah menikah bakti dan surga saya ada pada suami." 


Meyakinkan Orang Tua


Setelah pertanyaan itu terjawab, alhamdulillah saya memutuskan menerima Maydha. Keluarga Maydha pun menerima saya. Tinggal saya menyampaikan hal ini pada kedua orang tua saya. Saya sengaja menyampaikan pada kedua orang tua setelah saya benar-benar diterima oleh calon istri. Sebab, kedua orang tua saya awam mengenai proses ta'aruf atau semacamnya.


Cukup sulit menjelaskan pada kedua orang tua saya terkait hal ini. Pasalnya saya tidak pernah terdengar memiliki kedekatan dengan perempuan manapun. Apa jadinya jika tiba-tiba saya mengabarkan sudah memiliki calon istri dan siap menikah? Apalagi calon istri saya orang jauh. Sedangkan, kebiasaan di lingkup keluarga saya adalah menikah dengan orang yang tempat tinggalnya dekat satu sama lain. Kakak perempuan saya saja menikah dengan laki-laki yang hanya beda gang dengan rumah saya. Hal ini menjadi tantangan lebih bagi saya untuk menjelaskan pada kedua orang tua. Tetapi biar bagaimanapun hal ini tetap harus saya sampaikan. 


Malam setelah chat terakhir dengan Maydha, saya telpon Papa dan Mama. Saya awali dengan berbasa-basi menanyakan apa sudah ingin punya menantu lagi? Kemudian disusul dengan diskusi ringan yang sengaja saya arahkan ke tema pernikahan. Sebetulnya diskusi soal pernikahan ini sudah saya lakukan beberapa kali sejak awal ta'aruf dengan Maydha. Hingga muncul pertanyaan dari Mama, "Ngomongin nikah mulu. Emang udah ada calon?" Ini menjadi kesempatan emas untuk menyampaikan maksud saya yang sebenarnya. Papa dan Mama pun kaget bukan main. Mereka sama sekali tidak menyangka bahwa anak laki-lakinya sudah memiliki calon istri, bahkan sudah siap menikah. Tentu saja mereka menolak. Tidak siap. Ini terlalu mendadak bagi mereka. Apalagi saya dilihat belum memiliki cukup materi untuk melamar seorang gadis. Saya terus berusaha menjelaskan. Saya sampaikan, bahwa pihak perempuan tidak meminta apapun. Papa menyangkal, "Tapi rumahnya jauh, Pai. Nanti susah. Pasti butuh biaya lebih buat bawa keluarga. Belum lagi nanti Papa susah nengok cucu." Saya sangat memahami kekhawatiran Papa. Tapi saya merasa sanggup untuk membiayai transportasi dan sebagainya. Soal cucu, saya sampaikan bahwa menikah dengan siapapun, saya tetap akan tinggal jauh dari rumah karena pekerjaan. Malam itu perdebatan kami benar-benar alot. Papa dan Mama punya argumen untuk menolak. Tapi argumen keduanya sangat lemah. Itu hanya soal budaya, kebiasaan, dll yang menurut saya mudah untuk dipatahkan. Setelah memakan waktu sekian lama berdebat, akhirnya mereka setuju untuk menerima Maydha.


Pihak Perempuan yang Tidak Memberatkan


Salah satu faktor yang membuat Papa Mama akhirnya menerima proses super singkat antara saya dan Maydha, yaitu karena dari pihak Maydha benar-benar memudahkan saya dan keluarga. Tidak ada syarat atau nominal berapapun yang diminta pihak perempuan. Maydha hanya meminta mahar berupa emas batangan tanpa menentukan gramasinya yang penting tidak merendahkan. Saat itu Papa dan Mama sempat tidak percaya, sampai saya forward chat Maydha tentang permintaan mahar tersebut.


***


Maydha—Sedangkan, dari sisi saya tak ada kendala terkait izin dan penyampaian pada orang tua. Alhamdulillah memang Umi Abi sama-sama fleksibel dan tidak ingin memberatkan dari segi apapun. Beliau berdua juga tidak mengajukan persyaratan yang ribet. Sejak awal Umi Abi mengutamakan laki-laki yang baik agamanya dan memiliki kesadaran tanggung jawab sebagai imam rumah tangga.


Proses yang Singkat dan Pernikahan Sederhana


Proses ta'aruf kami sejak awal sampai clear terhitung genap sekitar 2 minggu. Saya sengaja tak ingin membuang waktu mengingat pengalaman kegagalan di masa lalu. Saya sudah muak dipermainkan keadaan berkali-kali. Jadi jika memang serius, seorang laki-laki yang bersungguh-sungguh tentu akan tegas tak menunda niat baik tersebut.


Sementara itu, rentang dari awal mulai ta'aruf sampai akad terlaksana genap 2 bulan (17 Juni - 17 Agustus 2021). Kami sama-sama menginginkan acara pernikahan sederhana. Apalagi di tengah situasi pandemi yang penuh dengan peraturan dan pembatasan dari pemerintah baik itu terkait akomodasi perjalanan, syarat nikah, dll. Ketika itu segala persiapan sangat singkat dan cepat. Bahkan kami melaksanakan lamaran dan pertemuan dua keluarga tepat H-1 akad nikah. Semua ini untuk meringkas pengeluaran dana dan waktu mengingat jatah cuti Kak Vidi yang terbatas. Lebih dari itu posisi masing-masing dari kami juga berjauhan dibentang beda 3 provinsi dari Kak Vidi di Bima (NTB), saya sekeluarga di Ngawi (Jawa Timur), & keluarga Kak Vidi di Tangerang (Banten). Bayangkan berapa dana yang harus kami rogoh untuk transportasi & berkali-kali test PCR jika melaksanakan lamaran dan akad di waktu yang berjauhan.


Tanggal Pernikahan yang Melanggar Adat Daerah


Jika teman-teman melihat dalam kalender Jawa, tanggal pernikahan kami diselenggerakan tepat pada bulan Muharram atau Suro. Hal ini sebenarnya melanggar pantangan adat Jawa. Dalam kepercayaan orang Jawa, menikah di bulan tersebut dapat mendatangkan musibah atau bencana. Tapi, saya dan keluarga sama sekali tidak terpengaruh dengan kepercayaan kuno semacam itu. Sebab, dalam Islam semua tanggal itu baik. Dan segala musibah yang terjadi di dunia ini sudah ada garis ketetapannya, bukan ditentukan berdasar penanggalan apapun itu. Meski waktu pernikahan kami—yang melanggar adat ini—sempat menjadi pertanyaan beberapa orang, alhamdulillah semua terlaksana lancar sampai akhir. Bahkan saya justru merasa banyak mendapat kemudahan dalam pelaksanaan di hari H. Mulai dari izin pendirian tenda, hasil test PCR negatif, lancarnya perjalanan rombongan suami sekeluarga, datangnya banyak bantuan dari berbagai pihak yang cukup meringankan beban keluarga saya, juga tertibnya tamu yang bersedia tidak mempublikasikan acara kami di sosmednya masing-masing saat itu (sebab peraturan terkait covid masih sangat ketat di daerah saya). Berkat menikah di bulan Suro tersebut, justru saya pun diuntungkan dengan mudahnya booking jasa dokumentasi & henna dadakan karena tak ada yang menggelar hajatan di tanggal tersebut selain keluarga saya. Hehehe..


Ketetapan Jodoh


Vidi—Jodoh memang misteri. Seandainya saya maju lebih awal, kemungkinan besar saya langsung ditolak karena Maydha masih sedang dalam masalahnya dan belum bisa move on. Pun seandainya saya maju agak telat, kemungkinan besar juga saya akan ditolak karena tepat beberapa hari setelah saya deal dengan Maydha, masalah seseorang yang melibatkan Maydha selama 1,5 tahun menemukan jalan keluar.


Selain itu belakangan saya juga baru tau, ternyata ada Maydha di antara akhawat yang saya hukum saat kegiatan di kampus (ada di part 1). Kejadian itu sampai membuat salah satu akhawat cedera sehingga meninggalkan kesan tidak enak pada mereka setiap saya mengingatnya. Jika saja sejak awal saya tahu, bahwa ada Maydha di kejadian itu, mungkin saja saya tidak berani mengajak Maydha ta'aruf karena rasa bersalah yang masih membelenggu saya.


***


Maydha—Jalan jodoh memang tak pernah salah alamat dan pasti datang di waktu yang tepat. Setelah menjalani proses sampai akad nikah terikrar, terjawab sudah pada akhirnya siapa yang ditetapkan menjadi jodoh saya. Bagaimana tidak, dengan cara-Nya Allah begitu memudahkan Kak Vidi yang berada di kejauhan sana untuk bisa mendapatkan saya. Jika bukan karena campur tangan Allah, bisa saja Kak Vidi didahului oleh orang lain tanpa adanya lockdown di kota orang tersebut (baca di part 2). Bahkan, hal yang lebih sulit dipercaya tapi menjadi fakta. Sosok di masa lalu saya telah menemukan jalan keluar masalahnya tepat beberapa hari setelah saya putuskan menerima Kak Vidi. Jika saya mendengar kabar baik itu sedikit lebih awal, tidak menutup kemungkinan saya akan menolak Kak Vidi demi kembali pada masa lalu saya.


Kesan Pesan


Vidi—Saya merasa proses ta'aruf kami berjalan cukup lancar. Dari awal kami sudah terbuka menjelaskan detail tentang diri kami masing-masing. Berbagai informasi yang dibutuhkan sebagai bahan pertimbangan menerima calon pasangan sudah saling kami tanyakan dan mendapat jawaban sesuai yang diinginkan satu sama lain. Saya merasa terbantu dengan adanya 47 pertanyaan yang Maydha ajukan pada saya. Itu sangat memudahkan dalam menjelaskan lebih detail tentang diri saya. Setelah 6 bulan menikah, saya merasa tidak ada hal dari diri Maydha yang membuat saya kaget. Kami pun sudah saling menerima.


Saya sangat bersyukur memilih orang yang tepat. Selain karena Maydha sangat cocok dengan saya, keluarga Maydha juga sangat memudahkan proses kami. Bagaimana tidak? Keluarga Maydha bisa menerima saya, padahal saya belum pernah bertemu dengan mereka. Mereka juga tidak meminta persyaratan yang ribet. Semua serba mudah dan cepat.


***


Maydha—Proses ta'aruf saya dan suami sangat membuka mata, hati, dan pikiran saya terhadap lebih banyak hal. Sungguh, sebelumnya saya tidak terlalu percaya dengan statement Allah Maha membolak-balikkan hati. Namun, dalam ta'aruf ini saya benar-benar merasakannya sendiri. Begitu mudah bagi Allah membelokkan perasaan dan kecondongan hati saya dari masa lalu pada suami dalam waktu yang sepersekian singkatnya. Sebelum menjalani proses ini saya juga tak terlalu yakin dengan kekuatan istikhoroh, apalagi sebagai manusia yang merasa banyak maksiat saya merasa tidak layak mendapat jawaban melalui cara-cara semacam itu. Tapi, pada akhirnya saya percaya perihal benar adanya keajaiban istikhoroh melalui apa yang saya rasakan selama memohon petunjuk atas ta'aruf ini.


Pun terlepas dari apapun pendapat maupun pandangan orang lain, saya merasa tidak salah memilih jalan ta'aruf. Puluhan pertanyaan dalam bentuk surat pernyataan yang saling kami ajukan sangat membantu kami untuk terbuka satu sama lain. Sehingga, kini sejauh perjalanan pernikahan pasca akad nikah tak ada hal-hal yang membuat kami saling kaget.


Saya menerima Vidi Akhmad Rifai sebagai suami benar-benar murni karena dia adalah pilihan langsung dari Allah. Sejak awal bukan karena saya menaruh perasaan padanya. Bahkan beberapa orang tahu persis saya tidak menyukainya karena peristiwa hukuman saat kegiatan kampus (baca di part 1). Banyaknya hal-hal mengecewakan di masa lalu cukup membuat perasaan saya beku sehingga memasrahkan segala ketetapan pada Allah sepenuhnya. Maka, saat saya merasakan ketenangan hati walau tak menjatuhkan perasaan apapun pada sosok Vidi, juga ketika menyadari banyaknya kecocokan antara kami, sekaligus proses yang singkat, cepat, dan tak memakan banyak konflik sangat meyakinkan saya, bahwa Allah memang merestui pertalian kami. Itulah kenapa saya tak ragu untuk menerima pinangannya.


Pada akhirnya alhamdulillah, pilihan Allah memang tak pernah salah. In sya Allah suami saya benar-benar sosok yang tepat. Dia tak hanya memenuhi kriteria sebagai suami saya, namun lebih dari itu. Kehadirannya benar-benar menyembuhkan seluruh luka masa lalu saya.


Saat memutuskan menerima suami, saya pun menegaskan pada diri sendiri. Segala bentuk kekurangan tentangnya atau apa saja masalah dalam pernikahan kami yang akan saya temui di masa depan. Itu semua bukan kesalahan dari proses ta'aruf ini. Melainkan memang sudah jalan takdir yang ditetapkan untuk hidup saya. Lagipula, bukankah memang tak ada pernikahan yang sempurna di dunia ini?


Ucapan Terima Kasih


Kami sangat berterima kasih pada seluruh pihak yang memiliki andil dalam proses ta'aruf sampai terlaksananya akad nikah kami. Terkhusus pada Allah SWT yang memberikan restu dan rahmat-Nya sehingga menuntun kami pada pilihan terbaik & melancarkan segala sesuatunya sampai akhir. Terima kasih banyak untuk orang tua yang selalu mendampingi & memberi restu, para informan, sahabat yang memberi saran dan nasihat,  murobbi yang membimbing proses kami, petugas KUA yang sangat memudahkan pengurusan berkas (saat pandemi) & memberi ACC menikah di tanggal cantik, pihak yang memberi izin pendirian tenda, serta seluruh pihak yang penuh sukarela berkenan menyumbangkan waktu, tenaga, bahkan materi demi terlaksananya acara kami. Tentu saja, tidak lupa terima kasih kepada siapa pun yang tak lepas mendoakan kami walau dari jauh. Kami meyakini, bahwa doa-doa untuk kami berdua yang bergumul di langit sana adalah sebab terselenggaranya acara kami dengan lancar (walau di tengah pandemi dan terdapat beberapa masalah di belakang layar). Mohon maaf kami tidak bisa menyebutkan dengan detail satu per satu nama di sini. Semoga kebaikan selalu menyertai orang-orang baik seperti kalian.


Salam santun dari kami,

Al Ghumaydha' & Vidi Rifai

No comments:

Post a Comment