Sekilas Info

Sekitar lebih dari 30 tulisan dalam rentang tahun 2018-2019 diunpublish Author dari blog ini. Jadi jangan heran kalau tiba-tiba judul favoritmu hilang, ya. Hehe ...

Finansial Gini-Gini Aja!


Oleh : Al Ghumaydha’

Selama ini sudah melakukan banyak usaha ini dan itu dalam waktu yang tidak singkat. Ikhtiar A dicoba, ikhtiar B diperjuangkan, juga berusaha tidak kalah keras untuk ikhtiar C. Di lain cerita ada juga mereka yang fokus pada satu tujuan. Pelan-pelan merintis usaha dalam jangka waktu yang cukup lama dan konsisten.  Tips ini dan itu sudah diterapkan. Evaluasi dilaksanakan. Tapi apa? Hasilnya tetap gitu-gitu aja. Sedangkan melihat pencapaian orang lain sudah sangat jauh. Tampaknya mudah sekali bagi mereka meraup pundi-pundi keuntungan itu.

Lantas, apa yang salah dari diri kita? Kenapa finansial rasanya gini-gini aja? Jangankan pendapatan naik, pas-pasan terus iya.

Jika kamu mengalami gambaran kondisi seperti di atas, maka tulisan ini memang ditujukan untukmu. Fokus tulisan ini adalah pada finansial, bukan rezeki. Sebab rezeki itu memiliki cakupan arti yang jauh lebih luas wujudnya. Sedangkan tulisan ini dilatarbelakangi oleh banyaknya keluhan orang-orang perihal pendapatan/pemasukan/keuangan/finansial/materi atau apapun semacam itu yang berada di posisi ‘gitu-gitu aja’. Padahal ibadah dan sedekah pun sudah digiatkan juga.

Buat kamu yang akan meninggalkan komentar seperti “Usahanya aja yang kurang”, “Belum tau rahasia dan tips triknya, sih”, “Mungkin sedekahnya kurang”, “Coba ibadahnya dibenerin”, atau yang lain semacam itu. Silakan berhenti membaca sampai di sini. Tulisan ini hanya ditujukan untuk orang-orang yang memiliki pola pikir dan hati terbuka.

Porsi rezeki sudah diatur adil, rata, dan tepat waktu oleh Allah

“Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) di bumi melainkan semua rezekinya dijamin Allah. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuz).” (Q.S Hud : 6)

Bahasa sederhana yang bisa kita pakai untuk membahas bagian ini adalah kuota. Rezeki setiap manusia itu sudah ada jatah kuotanya masing-masing. Dan Allah membagi kuota rezeki itu jauh sebelum kita dilahirkan bersamaan dengan takdir, jodoh, dan kematian. Kuota rezeki semasa kita hidup ini akan Allah berikan sesuai kadar kebutuhan kita.

Nah, kadar pembagian kuota rezeki sesuai kebutuhan berdasarkan pengetahuan Allah Yang Maha Luas. Bukan berdasar apa yang kita ketahui sebagai manusia. Allah SWT mempertegas hal ini dalam firman-Nya :

“Milik-Nyalah perbendaharaan langit dan bumi; Dia melapangkan rezeki dan membatasinya bagi siapa yang Dia kehendaki. Sungguh, Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (Q.S Asy Syura : 12)

Dari ayat di atas juga dapat kita pahami bahwa Allah memiliki ketetapan untuk menentukan siapa yang menurut-Nya pantas mendapat rezeki lebih, juga siapa yang menurut-Nya pantas mendapat rezeki secukupnya. Kepantasan ini berdasarkan kemampuan masing-masing manusia. Jika kita tarik konsep rezeki ini pada pembahasan finansial atau materi, kemampuan yang dimaksud dalam hal ini bisa tentang kemampuan mengelola keuangan, managemen hati, sikap rendah hati, tidak boros, atau perbuatan riya.

Siapa yang tahu, kan? Barangkali justru dengan kesederhanaan materi atau finansial kamu lebih mudah mensyukuri hal-hal kecil dan lebih ringan mengeluarkan sedekah. Selain itu bisa menjadi pribadi yang hemat dan terhindar dari sifat sombong. Jika tiba-tiba kamu diberi rezeki berlimpah ruah apakah ada jaminan kamu akan memiliki sifat-sifat terpuji tadi? Sedangkan hati manusia itu mudah sekali terbolak-balik. Dan Allah lebih tahu apa yang terbaik untuk kita.

“Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kamilah yang menentukan penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat memanfaatkan sebagian yang lain. Dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Q.S Az Zukhruf : 32)

Sebanyak apapun, kodrat manusia selalu merasa kurang

Jika mengatakan seluruh manusia terlalu berlebihan, maka kita sebut saja sebagian orang pernah mengalami hal seperti ini. Tidak peduli sebanyak apapun rezeki dititipkan dia selalu merasa kurang. Hari ini diberi lebih dari kemarin, tapi tetap merasa belum mampu menutup kebutuhan. Besok diberi lebih banyak lagi, masih saja mengeluh untuk kebutuhan yang lain.

Pernahkah merasa seperti ini? Lantas, kapan kita bisa merasa cukup?

Cukup itu terletak pada rasa syukur kita

“Dan ingatlah ketika Tuhanmu memaklumkan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat’.” (Q.S Ibrahim : 7)

Sejauh apa kita bisa bersyukur atas nikmat yang diberikan oleh Allah, maka di situlah letak rasa cukup kita. Jika selama ini kita selalu saja merasa kurang, coba koreksi lagi. Jangan-jangan selama ini kita lalai untuk bersyukur. Atau mungkin bibir kita mengucap syukur, tapi hati kita tidak sungguh-sungguh mengamalkan rasa syukur itu.

Kadangkala, materi berlimpah selalu terasa kurang karena minimnya rasa syukur. Sedangkan sedikit rezeki terasa begitu nikmat disebabkan luasnya rasa syukur seseorang.

Pantang meragukan jaminan Allah

Segala sesuatu yang ada di alam semesta ini bersumber dari Zat Yang Maha Kuasa, yaitu Allah SWT. Hal itu tentu saja tidak terkecuali rezeki untuk seluruh makhluk-Nya. Jika kita meragukan datangnya rezeki tersebut, maka tidak ada bedanya dengan kita meragukan Allah SWT.

Sampai pada paragraf ini semoga hati kita mampu meluaskan rasa syukur. Meski berapa pun nikmat dari Allah SWT yang dititipkan kepada kita. Catatlah bahwa rasa cukup itu tidak selalu bergantung pada sedikit banyak materi yang kita miliki. Tapi, ditentukan dari kualitas syukur kita atas setiap rezeki yang ada.

No comments:

Post a Comment