Oleh : Al Ghumaydha'
Sekarang aku mengerti tentang
kebenaran yang dahulu tidak pernah kita inginkan. Bahwa kau dan aku adalah sebuah
ketidakmungkinan. Sadar tersingkap oleh banyak hal yang selalu bersebrangan.
Saling mematahkan pendapat atau memprotes prinsip satu sama lain. Bukan
membangun, justru menjatuhkan.
Ego berlindung di balik rasa
nyaman selalu membenarkan perasaan. Meski sadar batin tak cukup sekali menekan
lara. Selalu bertahan dengan dalih memperjuangkan. Pertengkaran disangka
sekadar ujian. Sejauh apapun merentang jarak, tak menyurutkan langkah untuk
tetap kembali. Hati terlalu lemah untuk menyepakati logika.
Barangkali, tanpa sadar selama
ini kita tertipu retorika kata. Membingkai manis cerita yang hanya sandiwara.
Kau dan aku tak pernah benar-benar menyimpan ketulusan rasa. Sebatas kehendak
emosi mencicip kehidupan puisi-puisi pujangga. Lalu kita terbuai manisnya dan
mengira setiap kata adalah nyata.
Perihal hatimu yang belum mampu
menghapuskan namaku. Bukan sengaja aku menjadi jahat dengan begitu mudah menyelesaikan
segala tentangmu. Hanya saja, hubungan ini memang harus diselamatkan dengan
saling meninggalkan. Sebab, tidak semestinya pertalian kasih justru merundung
siksa. Pun bertahan sama artinya membuka pintu kebinasaan untuk kisah di masa
depan.
Tak pernah ada pertemuan yang
salah. Kadangkala beberapa nama sengaja dihadirkan dalam hidup kita. Sekadar sebagai
jalan pendewasaan untuk belajar dari kesalahan. Sebelum pada akhirnya masing-masing
dari kita menemukan seseorang yang tepat. Kini, sisa pekerjaan yang harus dirampungkan
adalah berdamai dan saling memaafkan.


No comments:
Post a Comment